KERISAUAN, kepada Waktu Aku Kabarkan

Aku mulai tidak percaya kepada beberapa orang! Orang-orang yang memelihara kebencian dengan hatinya dan menyusui kedengkian dengan akalnya. Bila telingamu tuli, semoga hatimu tak buta. Bila matamu buta, semoga akalmu tak lumpuh. Kepada waktu, kerisauan ini ku kabarkan.

Aku pendamba cinta, tapi bukan penghamba cinta. Cinta telah kubagi sesuai kemampuan perasaan dan akalku. Tidak menggunakan rumus matematika. Tapi pertimbangan normatif, manfaat dan keburukan yang diakibatkan.

Seringkali aku bertanya pada diriku, kenapa kebencian terus lahir dan beranakpinak?Berubah dari satu bentuk ke bentuk lain. Memangsa mereka yang terdekat sampai yang terjauh. Kenapa kepicikan tumbuh semakin subur, saat bumi terus beranjak tua dengan tubuh kering retak. Mencekik orang-orang baik, tapi menimang mesra para durjana.

Ada yang hilang dari diri manusia. Sesuatu yang menjadi sebab dan tujuan manusiadiciptakan. Itulah cinta kasih dan kepedulian kepada sesama.

Pengkhianatan terhadap fitrah manusia, terus melaju tak kenal lelah. Penyelewengan terhadap nilai hidup, semakin kuat berakar. Dan pembangkangan terhadap Sang Pemilik Ruh terus lahir dan beranakpinak.

Manusia begitu angkuh dengan pikirannya sendiri. Ingin meraih surga dengan jeri payah orang lain, menghindari neraka dengan mengorbankan orang lain. Setiap hari, manusia ramai bersaing dengan dirinya sendiri. Persaingan yang telah melewati batas nilai kemanusiaan. Layaknya iblis dan setan berlomba-lomba menggali jebakan dosa

Kenyataan yang dihamparkan dunia tak lagi mengajarkan manusia. Hanya binatang yang tak menafikan kebenaran, bahwa perbedaanlah yang membuat dunia indah dan bermakna. Andai Tuhan ciptakan bumi hanya untuk memenuhi kebutuhan perasaanmu sendiri, maka samudera akan diam membisu. Dan andai Tuhan ciptakan langit hanya untuk menampung pikiranmu sendiri, maka matahari akan memadamkan sinarnya.

Aku risau dengan keterasingan kita. Keterasingan manusia dengan tujuan kehidupannya. Mungkin semesta harus terpekur bertanya, kenapa cinta melahirkan malapetaka; kenapa karunia perasaan menjadi bencana; dan kenapa akal menciptakan keperihan.

Hatiku telah sakit didera caci maki. Akalku terpuruk dihantam prasangka buruk. Ternyata kata-kata yang tak berjiwa, begitu dahsyat merajamku. Hantamannya meninggalkan luka yang tak bisa dikeringkan waktu.

Seperti kataku kepadamu, cinta dan kasih sayang harus dibagi. Agar tumbuh benih-benih kebaikan hidup. Agar manusia tak memancung perasaannya, tak mendangkalkan akalnya. Tak ada yang hilang atau tergantikan, bila cinta kubagi kepada orang lain.

Bila aku punya satu cinta, dan cinta itu kubagi kepada sepuluh manusia, maka cintaku berbuah sepuluh benih cinta di diri orang lain. Bila aku punya satu cinta, dan cinta itu tidak kubagi, maka cintaku kering dan mati. Ini bukan namanya mengobral cinta atau perilaku tidak setia. Karena memang cintaku bukan milikku,juga bukan milikmu. Cintaku adalah milik kehidupan.

Salah satu kemunafikkan terbesar yang dimiliki manusia, adalah ia menggunakan cintanya untuk mengusai dan merampas harga diri orang lain. Aku membagi rasa cintaku, bukan untuk memiliki atau merayu. Sebab tak seorang pun mampu memiliki perasaan orang lain. Kecuali merasakaan manfaat kebaikan dari rasa cinta itu.

Adalah kebodohan, bila manusia mengobral cintanya. Dan adalah kejahatan, bila manusia mengobral kebenciannya. Bodoh karena menjual harga dirinya, dan jahat karena merugikan orang lain. Tetapi bila cinta harus diobral, lalu berapa harganya, siapa pembelinya? Mencintai adalah rasionalisasi perasaan, bukan akal-akalan. Kesetiaan akan cinta tidak tercipta dan membentuk ruang hampa, ia tidak bebas nilai. Ia pun tidak terlepas dari pengaruh hukum sebab akibat.

Bila cintaku hanya untuk dirimu, lalu cinta apa yang harus aku sembahkan kepada Tuhanku? Kepada Rasulullah, dan kedua orangtuaku? Yang membedakan cintaku kepadamu dan kepada orang lain, adalah sifat dan perilakuku mencintai.

Sering kita terjebak dalam kebiasaan tidak mau berpikir. Beralasankan cinta, kita mencaci maki dan menfitnah orang lain. Entahlah, kenapa cinta selalu beriringan dengan kebencian. Bila hari ini kita diagungkan karena dicintai, pasti besok kita dibenci karena sebab cinta. Padahal, sejatinya cinta tidak bisa bersanding dengan kebencian. Manusialah yang menyandingkannya.

Kini, cinta tidak mampu lagi menyadarkan dan mendewasakan pikiran manusia. Karena manusia berubah wujud menjadi batu, sehingga cinta kehilangan kesejatiannya.