Perdebatan dan Keimanan

      Mereka sibuk memperdebatkan kebenaran agama dan keyakinannya masing-masing. Sangkanya mereka telah mewakili agama dan Tuhannya 🙂 Ataukah mungkin benar, bahwa kebenaran agama/keyakinan dan Tuhan bertempat dan bersumber dari mulut (tulisan)?

Para atheis pun demikian adanya. Mereka sibuk menunjukkan ke-atheis-annya seperti gaya Menteri Penerangan jaman Soeharto. Hujatan dan caci maki terus mereka lahirkan kepada orang-orang yang beragama (mengimani adanya Tuhan) dengan berbagai macam cara. Adakalanya mereka mengajukan bukti-bukti sarat kebohongan kepada lawan debatnya demi menunjukkan kepandaian diri dalam memenangkan perdebatan. Para penganut agama juga melakukan hal yang sama, dan hanya beda alasan pembenarannya saja.

Sampai ujung diskusi kemarin (membaca perdebatan mereka di Facebook), saya kemudian bertanya pada diri sendiri: Apakah benar, bahwa salah satu pembentuk idiologi atheis adalah amarah dan kebencian kepada agama dan Tuhan? Ataukah bisa jadi salah satu dasar filosofis atheis adalah pengagungan logika dan rasio tanpa menggunakan etika perdebatan yang bermartabat dan menyampaikan kebohongan?

Hmmm… satu kesimpulan saya yang sering mengemuka, tapi ditahan untuk tidak ditulis adalah: Sebenarnya teman-teman itu tidak atheis. Tetapi mereka beragama juga, sama seperti yang lain. Atheis hanya dijadikan jubah penyembunyian identitas diri untuk menghantam dan memporak-porandakan pemikiran dan keimanan teman-teman yang beragama Islam. Sungguh sayang, ada beberapa teman yang beragama Islam dengan mudahnya mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dan sangat dilarang dalam ajaran Islam. Apalagi sampai memaki Yesus Kristus (Isa Almasih AS) dan mencaci Alkitab (Injil – meskipun kita suci ini telah mengalami perubahan oleh penaganutnya sendiri ‘Injil Perjanjian Baru).

Terasa cukup sulit untuk membangun kesadaran bersama dalam konteks diskusi yang berakal dan bermartabat, bila mereka yang berdebat telah memilih mempertontonkan kepandaian diri dan kemenangan sebagai tujuan utama perdebatan! Berlebihan, bila saya mengatakan mereka semua sombong. Dan tidak etis juga, bila saya mengatakan mereka adalah orang-orang bodoh yang sedang menghidupan “Debat Kusir” atas nama agama/keyakinan dan Tuhan yang dianutnya.

Saya berpikir sederhana, harusnya kesadaran logika dan rasio lebih mengemuka, bahwa apa yang mereka tulis, secara otomatis mewakili Tuhan dan agamanya sendiri. “Bila anda berbohong menulis sesuatu, maka agama/keyakinan dan Tuhan anda adalah pembohong. Bila anda pembenci dan penghujat, maka agama/keyakinan/Tuhan anda adalah pembenci dan penghujat. Sebab bukankah anda mewakili agama/keyakinan dan Tuhan anda, maka ketika anda berbicara itu otomatis menyiratkan bagaimana sifat dan etika agama/keyakinan dan Tuhan anda?” Continue reading